Kamis, 05 September 2019

DARUSSALAM KEPUTIH DAN "RAUDHAHNYA" (Cerita Di balik Harlah Ke-5 Darusslam Keputih)


DARUSSALAM KEPUTIH DAN "RAUDHAHNYA"
(cerita Di balik Harlah Ke-5 Daarussalam Keputih)


Persiapan Acara Harlah Ke-5

Pondok Pesantren Darussalam Keputih Surabaya tampak semakin “menghijau” sehari sebelum acara Harlah berlangsung, ornamen dan dekorasi acara yang bernuansa hijau-putih itu makin hidup dengan kuatnya antusias para pengurus, baik dari pihak yayasan maupun Ikatan santri Darussalam Keputih, tidak ada yang berpangku tangan, santri-santri saling bergegas menyingsingkan lengan bajunya untuk terlibat dalam acara penting tahunan di Darussalam Keputih ini. Lalu lalang santri di area pondok dalam memberikan kontribusi dan partisipasinya makin tampak semarak dan khusu’ dengan adanya iringan lantunan Ayat-ayat Al-Qur’an yang dikumandangkan oleh santri baik santri baru maupun yang lama, tentu para Huffadz Darussalam tidak akan ketinggalan meramaikan momentum Khotmil Qur’an yang dimulai sejak Pagi hari menjelang kegiatan harlah tersebut.

Ada yang berbeda pada hari itu, Darussalam Keputih seolah disulap menjadi “Raudhah” – Taman-taman Surga, dengan hamparan karpet hijau diseluruh area halaman pondok (kira-kira jika dilihat dari pencitraan Google Map, Lokasi karpet itu Antara Masjid dan Pondok / Bainal Masjid wal Ma’had), terus menuju depan Lorong masuk pondok. Tak ada alas kaki  berhamburan disana-sini, semua merasa malu untuk mengotori hamparan kapet hijau itu. Halaman yang dulunya terasa sempit, kini menjadi luas. Luas sebab semua sepeda motor dialihkan dari pondok ke area Masjid As-Sa’adah Keputih. Namun seolah memberikan isyarat dari semua perubahan yang singkat itu, bahwa Darussalam memang sudah saatnya melangkah untuk berubah menuju pesantren yang berkemajuan; Bersih dan lapang (diharapkan bukan hanya fisiknya tapi juga hati semua warga pesantrennya) serta  menjadi Surganya penuntut ilmu yang senantiasa konsisten dalam membawa faham “hijau” (Barhaluan Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdhiyyah).

Angka 5 menjadi sakral bagi panitia, 5 hari mempersiapkan Acara untuk hari Lahir yang ke-5 Darussalam keputih. Tanggal 1 September 2019 yang bertepatan denga 1 Muharrom 1441 H bukanlah tanpa makna, persiapan singkat ini mengajarkan kita (Semua elemen Pondok) untuk siap menghadapi tantangan dengan Cepat dan Tepat. Angka ganjil ini (1 dan 5) merupakan simbol Penting. Kenaapa Tgl 1, dan kenapa di saat Harlah ke-5 ? secara pribadi penulis memandang angka 1 adalah awal yang baik untuk memulai kebaikan, selain meninggikan konsep Ke-esaan (Ketauhidan pada Allah Swt),  juga untuk menyatukan segala perbedaan yang ada, karena hanya persatuan yang mampu bartahan kuat dalam menghadapi Problematika yang pasti datang. Angka 5 di tahun yang ke-5 Darussalam Keputih sudah harus makin komitmen menjalankan 5 Misi yang telah disepakati bersama, menjaga dan menerapkan 5 pancasila, dan terus menata Ubudiyyah dalam 5 Rukun Islam (Bukan Hanya Iman), dan mengajarkan ajaran, mengenalkan serta meneladani minimal 5 Wali Allah yang ada di Jawa Timur. 

Usai Semangat Agustusan bergandenglah dengan Semangat Muharram yang memiliki esensi Hijrah pada kebaikan, Itulah Darussalam Keputih di Usianya yang ke-5. Peranan ini sudah dirasakan sejak mempersiapkan acara Pengajian Umum dan Harlah ke-5 PPDS ini. 5 hari untuk harlah 5 itu memang benar, bahkan peranan itu mulai terasa saat persiapan : Bersatunya 5 elemen di Pondok ; 1) Santri, 2) Panitia, 3) Asatidz, 4) Keluarga Ndalem dan 5) Pihak Yayasan PP. Darussalam Keputih. Maka ribuan terimakasih kami sampaikan kepada 5 elemen tersebut yang telah bersatu untuk tgl 1 dan harlah ke-5 yakni, Mas Indra Dkk, Gus Marozik dan jajaran panitianya, KH. Ahmad Arsyad dan Semua Kiyai dan Asatidz lainnya, Nyai Hj. Zuhro Ahmad dan semua Dzurriyyahnya, serta Nyai Hj. Zumrotul Mukaffa dan jajarannya di Yayasan. Semoga Senantiasa dirahmati oleh Allah SWT.

Untuk pertama kalinya, Panitia Harlah Darussalam Keputih membuat Pengumuman yang bertuliskan “Pengajian Umum” (Terbuka untuk umum) bahkan disebar ke beberapa tempat termasuk pemberdayaan media sosial dan pengumuman di masjid/Mushollah Keputih. bukan hanya panitia yang tercengang, santri, alumni, bahkan Masyarakat sekitar pun sedikit terheran-heran. Bagaimana Mungkin ?, Area Pondok yang sempit digunakan acara Besar dan umum, apalagi untuk sekelas Pengajian KH. Agus Ali Masyhuri (Gus Ali) yang biasanya dihadiri ribuan jama’ah. Namun image itu hanyalah image, tidak akan merubah ukuran jumlah jama’ah dan ukuran tempat untuk jama’ah, karena kami yakin sempit dan luas itu ada di hati, banyaknya atau sedikitnya jama’ah itu bukan ukuran pengajian, karena yang sedikit pasti sudah hasil seleksi (pilihan) Allah SWT, dan banyaknya pun tak terbanding sebab kehadiran para Malaikat yang berdoa untuk orang yang ngaji dalam sebuah Majelis Ilmu bisa jauh lebih banyak dari manusianya.

Acara Harlah ke-5 akan dimulai
Keringat Santri tampak belum kering, mereka mulai bersiap di posisi yang sudah ditentukan oleh panitia, petugas Hadrah mulai mengelus Terbangannya sedikit memberi pukulan pada kulit terbang sebagai tanda yang mantap bahwa mereka (Tim Banjari “Hubbul Wathon”  Darussalam Keputih) telah siap Menyambut Jama’ah dan Mengundang Rasulullah Saw.
MC siap, dengan santun dan tegasnya beliau (Ust. Moh. Isbir, M.Pd.I) mulai menyapa jama’ah dengan Salam Khasnya yang mampu menyihir jama’ah yang hadir. “Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wa Barokatuh” Menggema di langit Daruusalam dan mengheningkan suasana Acara Ba’da isya itu. Tanda acara dimulai, hilir mudik Jama’ah mulai berdatangan mengambil posisi yang paling nyaman.

Pra acara berlangsung khidmat, lantunan Sholawat demi Sholawat saling susul menyusul bagaikan 1 Album Disc Banjari yang terus berputar menghibur dan mengajak jama’ah Mengundang Rasulullah hadir terlebih dahulu, Shollu ‘alan Nabi Muhammad. Tiba-tiba jama’ah terperangah dan memelototkan mata seolah tidak ingin ketinggalan tontonan, Hp Jama’ah mulai diangkat serenatak, ada yang selfie adapula yang bersiap update status dan posting di media sosialnya, yang jauh dari panggung mulai mendekat, yang terhalang jama’ah di depannya mulai berdiri. Pandangan semua tertuju pada Ust. Huda (santri Alumni Darussalam Keputih) yang berjalan menuju area tengah depan panggung utama. Seperti Maulana Jalaluddin Rumi, Tari Sufi itupun berlangsung. dengan Kopiyah khasnya yang tinggi itu (dikenal dengan sebutan “sikke”- sebagai tanda batu nisan para wali), Ust Huda mulai berputar-putar karena cinta kepada Allah Swt, putaran demi putaran memberikan isyarat tentang perputaran alam semesta dan konsep tawaf di ka’bah, hal menarik lainnya adalah baju putih yang panjang seolah mengingatkan pada jama’ah akan baju yang pernah dikenakan Rasulullah Saw dan mengingatkan kita semua akan ego kita yang keduniawiaan dan mengingat kematian.      

Setelah cukup lama, Lantunan Sholawat berkumandang, dan tarian Sufi asal Turki itu juga berakhir, MC memberikan Informasi pada Jama’ah yang hadir, “Gus Ali Sudah hadir di Area Darussalam keputih”. Sautan Hamdalah berdengung lirih, sedikit meluruskan posisi duduk sambil menyicipi konsumsi yang ada,  ada juga  beberapa jama’ah yang mulai berdiri dan merapat ke Panggung utama.  Crew Media Partner yang sempat hadir (TV9) mulai menyiapkan dan memastikan ala-alatnya siap untuk Syuting/Rocording, beberapa Media online-pun (NU Online, Darussalamkeputih.com, dll) mulai menyiapkan catatannya.

“Thala’al Badru” tiba-tiba dilantunkan oleh tim banjari, sontak semua Jama’ah berdiri (mahallul Qiyam), seketika itu pula area Jama’ah putri membelah Jalan untuk akses jalan Pengasuh Ponpes Progresif Bumi Sholawat Sidoarjo (Gus Ali), dengan dikawal beberapa Kiyai dan tokoh masyarakat, panitia dan Banser, Gus Ali Naik di panggung Kehormatan. Jama’ah makin memanuhi halaman parkir Pondok, bahkan meluber sampai ke dalam kelas-kelas pengajian diniyah. Entah apa yang membuat area tersebut tiba-tiba penuh, tentu bukan hanya masalah ukuran tempat dan juga bukan masalah jumlah jama’ah. Sisi lainnya adalah Allah Swt hanya mendatangkan yang menjadi pilihannya saja. Karena bukan kaki penyebab kehadiran Jama’ah, bukan pula mata sebab informasi terbaca dan beredar dimana-mana, tapi hati yang tulus serta luas itulah yang insyaAllah menjadi Jama’ah undangan Allah, bukan undangan Panitia.

Kata-kata “Bukan Undangan panitia” itu senada dengan yang disampaikan oleh Gus Ali saat Panitia sowan ke Kediaman Beliau di Sidoarjo, Kata Beliau “Ini Bukan kamu (Yayasan/Panitia) yang undang saya, tapi saya diundang oleh Kiyai Ibrahim” (red), kata-kata itu adalah isyarat tentang kedekatan Seseorang dengan orang yang dicintai. Disitulah sebenarnya tantangan pengajian, jadi Gus Ali yang oleh panitia diundang H-5 dan beliau rela hadir dan Memprioritaskan Hadir sebab yang undang bukan hanya panitia tapi memenuhi undangan orang yang dekat dengan beliau,  yang dicintainya karena Allah Swt, sejatinya selain undagan Allah, Beliau memenuhi undangan Almarhumain ; Almaghfurlah. KH. Ibrahim dan KH. Abdus Syakur Ibrahim, Pendiri Ponpes Darussalam Keputih Surabaya)
Lagu Indonesia Raya dan Syubbanul Wathon Bergema di Gerbang utama Desa Keputih itu. Kekuatan berdiri para Ulama, kiyai dan tokoh masyarakat di atas panggung membuat Santri-santri “malu”, beliau-beliau yang sudah sepuh masih kuat berdiri demi Hormat pada Lagu Kebangsaan NKRI itu, serta Keitiqamahan menjaga NU dalam kepalan tangan-tangan mulia beliau  berirama dengan nada “yalal Wathon” Semangat Cinta Tanah air yang tak boleh padam.   

Pembacaan Ayat Suci Al-Qur'an Oleh Mas Asmi (Santri PPDS Keputih) meneduhkan suasana dengan merdunya suara sang Qori,. dilanjutkan Sambutan ketua Yayasan Ponpes Darussalam Keputih Surabaya, oleh Nyai Hj. Zumrotul Mukaffa, M.Ag. Sambutan beliau menggambarkan kesiapan yang kuat dan katawadhu’an yang tinggi. Siap ngaji dan terus ngaji tanpa henti serta siap selalu menerima nasihat, masukan, kritik yang konstruktif, serta yang terpenting doa dari para Ulama, para kiyai dan  sesepuh. Kesadaran dengan usia 5 Tahun ini, pondok masih dikatakan “balita” untuk harus berjalan bersama “kedewasaan” pesantren lain di sekitarnya dan kebutuhan para santri yang Notabene adalah Mahasiswa kampus Umum di Surabaya yang harus diselamatkan dan dibentengi kekuatan Aqidah, Ibadah, serta Akhlaqnya agar tetap berasda dalah zona Ahlussnnah Wal Jama’ah An-Nahdhiyyah.

Kenikmatan ngaji di “Raudhahnya Darussalam Keputih” Bersama Gus Ali makin terasa, bagaikan sebuah kerinduan lama yang baru terobati di karpet hijau antara Masjid As-Sa’adah Keputih dan Ma’had Darussalam Keputih. Ruadhah yang kita inginkan bukanlah tempat yang luas, sementara hati sempit, Akan tetapi walau tempat yang tidak luas, sempitnya-Sempitnya Raudhah adalah Luas-luasnya Jama’ah yang berhati luas dan tulus. Hal ini harunya menjadi simbol Syi’ar dan mengharap-harap Ridha Allah Swt serta semangat belajar “Mengemis” Syafa’at Rasulillah Saw.

*Shollu 'Alan Nabi Mhammad*


Suarabaya, 5 September 2019 / 5 Muharrom 1441 H

di Area Pondok Pesantren Darussalam keputih

Popular Posts