Rabu, 27 Februari 2019

BASMALAH DALAM SURAT AT-TAUBAH (PART 2)

Gambar terkait

Moh Fathurrozi, Kaprodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir IAI Al Khoziny Buduran Sidoarjo dan Dai PCINU Korea Selatan(Kajian ilmu qira'at atas polemik basmalah dalam surat al-Taubah)


Berangkat dari pertanyaan pada tulisan pertama; kenapa tidak diperkenankan membaca basmalah dalam surat al-Taubah, baik di awal surat maupun di tengah-tengah surat, apakah larangan ini mengandung arti hukum haram atau sekedar peringatan yang tidak berdampak dosa ?.
Pada tulisan ini, penulis akan memetakan cara baca antara surat al-Anfal dengan al-Taubah dan hukum membaca ayat di tengah-tengah surat al-Taubah. 

Dalam ilmu qira'at, ada banyak pendapat tentang cara menyambung antara dua surat; ada yang membaca dengan waqf (berhenti sejenak untuk mengambil nafas kira-kira dua detik), ada yang membaca _washl_ (menyambung dua surat tanpa mengambil tarikan nafas), ada pula yang membaca _sakt_(berhenti sejenak menahan tarikan nafas kira-kira dua detik), bahkan ada pula yang menyambungnya dengan basmalah atau meninggalkannya. Semua tata cara (thariqah/ Metode) ini sahih dan mutawatir, baik bagi _qurra' Sab'ah_ atau asyrah. Misalnya, Imam Nafi', Imam al-Qurra' Madinah, memiliki komplesitas bacaan seperti di atas melalui kedua muridnya yang masyhur; Imam Qalun dan Warsy. Berbeda dengan Imam ‘Ashim, beliau hanya memiliki satu cara baca (satu cara baca memiliki tiga oprasional), yaitu menyambung kedua surat dengan basmalah. Meskipun demikian, untuk cara menyambung antara surat al-Anfal dan al-Taubah, para ulama, baik _qurra sab'ah_ (qira'at tujuh) maupun _qurra' Asyrah_ (qira'at sepuluh) sepakat, baik secara metode maupun oprasionalnya, yaitu dengan tiga cara; _waqaf_, _washal_ dan _sakt_. Ketiga oprasional bacaan ini tanpa membaca basmalah. Berikut contohnya.

Pertama. _Waqaf_, cara mengoprasionalkan bacaan waqaf ini adalah berhenti pada ayat terakhir ( ان الله بكل شيء عليم) mengambil nafas kira-kira dua detik kemudian melanjutkan awal surat al-Taubah. Ketika dalam keadaan berhenti (antara dua surat; al-Anfal dan al-Taubah) seorang qari' boleh menambahkan bacaan isti'adzah. Dalam hal ini, membaca istiadzah dianjurkan.

Kedua. _Washal_, cara mengoprasionalkan bacaan ini adalah menyambung antara kedua surat al-Anfal dan al-Taubah tanpa mengambil tarikan nafas, sebagaimana menyambung antar dua ayat yang berdampingan. Dalam hal ini, seorang qari' tidak perlu membaca kalimat istia'adzah.
Ketiga. _Sakt_, cara mengoprasionalkan bacaan ini adalah berhenti sejenak pada ayat terakhir surat al-Anfal dengan menahan nafas kira-kira dua detik, kemudian melanjutkan awal surat al-Taubah. Dalam hal ini pula, seorang qari tidak perlu membaca kalimat isti'adzah.
Demikian merupakan tata cara (motode) dan orasionalnya menyambung antara surat al-Anfal dan al-Taubah. 

Sebelum masuk pada pemetaan hukum membaca basmalah di tengah-tengah surat al-Taubah, terlebih dahulu sebaiknya dipaparkan membaca basmalah di tengah-tengah surat selain surat al-Taubah, agar kita dapat mengetahui secara komprehensif dan dapat menemukan perbandingan hukum.
Secara umum, ulama qurra' sepakat membaca basmalah pada awal setiap surat kecuali surat al-Taubah. Sementara mengawali di tengah-tengah surat selain al-Taubah, ulama qurra' memberikan kelonggaran, yaitu boleh di awali dengan membaca basmalah atau meninggalkannya. Artinya, seorang qari' ketika hendak membaca ayat di tengah-tengah surat selain al-Taubah boleh memilih antara membaca basmalah atau meninggalkannya dengan membaca isti'adzah saja. Namun, alangkah baiknya bagi seorang qari untuk mengawali baca al-Quran dengan basmalah, baik di awal surat maupun di tengah-tengah surat, sebab menambah pembendaharaan pahala.

(Perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan tengah-tengah surat yaitu selain ayat pertama dalam surat).
Hukum membaca basmalah pada surat al-Taubah
Adapun hukum membaca basmalah di tengah-tengah surat al-Taubah adalah sebagaimana berikut:
Pertama. Haram membaca basmalah di awal surat al-Bara'ah dan makruh membaca basmalah di tengah-tengah surat. Pendapat ini diutarakan oleh Imam Ibnu Hajar dan Imam al-Khatib.
Dasar pengambilan hukum haram ini karena tidak mengikuti petunjuk bacaan yang mutawatir. Artinya, keluar dari pakem dan kesepakatan ulama qurra'. Sementara hukum makruh di tengah-tengah surat al-Taubah karena tidak ada petunjuk resmi larangannya, sehingga untuk mengantisipasi dilakukan larangan yang tidak mengikat, yaitu hukum makruh.

Kedua. Makruh membaca basmalah di awal surat al-Taubah dan sunnah membaca basmalah di tengah-tengah surat, sebagaimana membaca basmalah di tengah-tengah surat selain surat al-Taubah. Pendapat ini diutarakan oleh Imam Romliy.

Dasar pengambilan hukum ini (makruh di awal surat) adalah karena tidak petunjuk (larangan) resmi dari Nabi maupun sahabat. Sedangkan pengambilan hukum sunnah di tengah-tengah surat adalah karena diqiyas (analogi) kan dengan membaca basmalah di tenga-tengah surat selain al-Taubah.
Oleh karena itu, dari beberapa pemaparan di atas, dapat disimpulkan sebagaimana berikut:
Pertama. Membaca basmalah pada awal surat merupakan sunnah yang sangat dianjurkan kecuali surat al-Taubah.

Kedua. Membaca basmalah di tengah-tengah surat boleh dilaksanakan atau ditinggalkan. Namun sebaiknya membaca basmalah, sebagaimana tradisi yang berkembang, untuk pembendaharaan pahala.
Ketiga. Membaca basmalah di awal surat al-Taubah tidak dianjurkan bahkan dilarang. Sebaiknya jika membaca awal surat al-Taubah cukup membaca isti'adzah saja.
Keempat. Membaca basmalah di tengah-tengah surat al-Taubah sebaiknya ditinggalkan meskipun ada yang berpendapat membolehkannya. Hal ini didasarkan pada qiyas (analogi) tidak dianjurkannya membaca di awal surat. Di samping tidak ada petunjuk resmi dari nash.

Berkaitan dengan kesimpulan di atas, maka sebaiknya bagi khalayak ummat muslim yang biasa baca diba'an untuk tidak membaca basmalah ketika mengawali bacaan surat al-Taubah terakhir ayat 127, (لقد جاءكم رسول من انفسكم عزيز) cukup diawali dengan isti'adzah saja. Mengingat membaca basmalah di tengah-tengah surat al-Taubah tidak dianjurkan. Demikian....semoga bermanfaat.

Daftar Refrensi
Al Fadhliy, Abdul Hadi, Al-Qira'at al-Qur'aniyah; Tarikh wa Ta'rif. Beirut: Markas al-Ghadir, 2009.
Al-Dhobba', Al-Idhaah fi Bayan Ushul Al-Qira'at. Mesir: Al-Maktabah Al-Azhariyah li Al-Turats, 1999.
Al- Qadiy, Abd Al-Fattah, Al-Budur Al-Zahirah fi Al-Qira'at Al-Asyrah Al-Mutawatirah. Beirut: Dar Al-Kitab Al-Arabiy, tth.
Al- Qadiy, Abd Al-Fattah, Al-Budur Al-Zahirah fi Al-Qira'at Al-Sab'i. Jeddah: Maktabah Al-Suwadiy, 1992.
Al-Qurtubiy, Abu Abdillah Muhammad, Tafsir Al-Qurtubiy. Beirut, Dar Al-Arabiy, tth.
Al-Qatthan, Mabahits fi Ulum Al-Qur'an. Kairo: Maktabah Wahbah, 1995.


Moh Fathurrozi, Kaprodi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir IAI Al Khoziny Buduran Sidoarjo dan Dai PCINU Korea Selatan

27 - Juni – 2018
Nonsan, South Korea.


0 komentar:

Posting Komentar

Terimakasih Atas Komentarnya

Popular Posts