PEREMPUAN SURGA
Oleh :  Moh. Fathurrozi Nawafi
Suatu ketika datang kepada saya seorang bocah kecil yang hendak daftar ikut halaqah, halaqah menghafal al-Qur'an.
Kemudian saya bertanya kepadanya: apakah kamu hafal sebagian dari al-Quran?
Dia menjawab: ya.
Saya menyuruhnya untuk membaca surat al-Naba’ (‘Amma). Ia pun membacanya dengan baik dan lancar.
Kemudian saya bertanya lagi: apakah kamu hafal surat al-Mulk (Tabaarak)? Dia pun menganggukkan kepalanya.
Saya dibuatnya terheran dan kagum dengan hafalannya yang lancar dan fasih meskipun umurnya masih sangat muda.
Kemudian saya menyuruhnya untuk membaca surat al-Nahl ( juz 14).
Ia pun membaca dengan lancar dan sempurna. Semakin bertambah kekaguman saya dengan anak kecil ini. Subhanallah. Maha suci Allah.
Saya pun ingin mengujinya dengan surat-surat panjang. Apakah kamu hafal surat al-Baqarah (juz 1)?
Ia pun dengan tenang menjawab: ya.
Subahanallah wa Masya Allah, Tabarakallah….!!!
Sungguh saya terpana atas kekuatan hafalan dan kefasihannya.
Sungguh menakjubkan….!!!
Saya pun meminta kepadanya untuk datang lagi besok hari bersama dengan orang tuannya.
Seperti apakah bapak itu…? Pikirku.
Terlintas
 dalam fikiran saya bahwa orang tuanya adalah orang yang berpenampilan 
rapi, berwibawa layaknya seorang syech dan aura wajahnya tampak 
bersinar.
Ketika
 mereka datang, sungguh sangat mengherankan, lamunanku sirna. Saya 
memandangnya dengan seksama dan tidak terlihat pada penampilannya yang 
menunjukkan bahwa orang ini berpegang teguh dengan sunnah Nabi.
Segera
 ia (bapaknya) menghampiri saya seraya berucap: saya tahu bahwa Anda 
heran dan kaget jika saya adalah bapak dari anak ini…!!!
Lagi-lagi
 dia memutuskan lamunan saya dan kebingungan saya atas keadaan ini. Saya
 belum sempat menghilangkan rasa ketakjuban saya, ia pun kemudian 
bercerita: di belakang kesuksesan anak ini terdapat seorang perempuan.
Saya
 ingin mengabarkan kepadamu bahwa di rumah kami ada tiga anak laki-laki 
kami. Semuanya hafal al-Qur'an. Sementara anak perempuan kami yang masih
 berumur  empat tahun sudah hafal juz ‘Amma.
Saya sangat kagum. Saya pun kemudian bertanya: bagaimana bisa seperti itu? Kemudian dia bercerita:
Yang
 paling penting adalah apabila anak mulai bisa berbicara, saat itu pula 
diajarkan menghafal al-Qur'an dan mendorongnya untuk itu dengan 
melakukan perlombaan:
Barang
 siapa yang hafal terlrbih dahulu, maka ia berhak memilih menu makan 
malam saat itu, barang siapa yang muraja’ah (mengulang hafalannya) 
terlebih dahulu dengan baik, maka ia berhak memilih tempat yang akan 
dikunjungi pada saat libur mingguan, dan barang siapa yang khatam 
al-Qur'an terlebih dahulu, maka ia berhak memilih tempat rekreasi dan 
refreshing yang akan dikunjungi pada saat liburan panjang. Dengan 
demikian,  terciptalah sebuah persaingan di antara anak-anak kami, baik 
dalam hal muraja’ah maupun menghafal. Itulah kehebatan seorang perempuan
 yang shalehah, yang mana apabila ia baik maka akan baik seisi rumah. 
Itulah sosok ibu.
Hikmah Tersirat; sebuah renungan.
perempuan
 dengan segala kelebihan dan kelemahannya, ia merupakan kunci kesuksesan
 bagi anak-anaknya. Perempuan yang baik akan melahirkan generasi yang 
baik, begitu pula sebaliknya.
Perempuan
 dengan tetasan air matanya saat berdoa, dapat menyibak langit, membuka 
satir (penghalang) antara dia dengan Tuhannya. Maka tidak heran jika 
Rasulallah menyuruh kita untuk selalu berbakti kepada perempuan yang 
melahirkan kita.
Perempuan
 dengan segala kelemahannya adalah seorang pendidik sejati, walau tidak 
bertitle strata pendidikan, karna dengan sentuhan tangannya yang lembut,
 ia dapat menciptakan manusia yang unggul dan dengan kearifan bahasa dan
 tutur katanya yang santun, ia dapat membangkitkan semangat jiwa 
anak-anaknya. Pesan-pesannya selalu terpatri dalam relung jiwa 
anak-anaknya.
Perempuan
 dengan segala kelebihannya, ia hanya dapat meneteskan air mata dan 
menangis siang malam. Rasa haru yang ia dapatkan dari kesuksesan 
anaknya, tak membuatnya congkak dan sombong. Ia hanya menebarkan senyum 
dan air mata haru. Kepedihan rasa sedih yang ia rasakan karena anaknya, 
tidak membuatnya lemah dan terpuruk dalam kehinaan. Ia selalu 
menundukkan kepala, bersujud menengadah kepada Tuhannya. Untaian doanya 
tidak pernah putus, untaian kasih sayangnya tidak pernah habis dan 
bertepi.
Untukmu Ibu, saya akan menyisipkan untaian doa-doa dalam setiap munajat saya untukmu.
Untukmu Ayah, saya akan meneladanimu dengan senyuman dan kesabaran.
* Pengajar di Ponpes Darussalam Keputih Surabaya, ditulis pada 26-08-2013 di Changwoen, South Korea.






 

 
 
 
 
 
 
 
 
 Postingan
Postingan
 
 
 
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih Atas Komentarnya